Friday, October 12, 2012

Talau (2) Keliling Kota Manado


Pukul 11.55 WITA pesawat Lion Air  yang kami tumpangi mendarat mulus di Bandara Sam Ratulangi. Cuaca cerah, tidak terlalu panas. Setelah mengurus bagasi, kami keluar. Disambut oleh ibu Etin dan pak Bernard, suami istri yang masih keluarga pak Yoyok. Dua orang itulah yang mengurusi transportasi, akomodasi, dan konsumsi kami semua. Ramah, cekatan.



Kami juga bertemu rombongan dari UM. Ada sebanyak 32 peserta, dengan dua orang pendamping. Satu dosen, satu staf tata usaha. Tidak ada pejabat yang mendampingi. Kata pak Oni, dosen pendamping UM, pokoknya nanti ikut Unesa saja, sambutan pimpinan jadi satu dengan Unesa saja, katanya.  


Kami diangkut dengan satu bus dan empat mobil. Menuju hotel Metropolitan Inn di jalan Ari Lasut. Di sana sudah menunggu seorang lagi, ibu Erni, yang menyiapkan nasi kotak untuk makan siang kami. Bu Erni adalah adik bu Etin.  Sambil check in dan menyimpan koper-koper di bagian concierge, kami yang sudah memperoleh kunci kamar, menikmati makan siang. Nasi putih, ikan nila bakar, oseng bunga pepaya campur kangkung, dan sambal khas Menado. Enak sekali. Terutama ikannya itu. Bukan karena kita semua sedang lapar, tapi memang makanannya enak.


Para peserta masuk ke kamar masing-masing hanya dengan ransel SM-3T-nya. Koper-koper mereka tidak perlu dibawa. Pak Yoyok dan pak Heru sudah mengkondisikan mereka supaya menggunakan tas ranselnya untuk menyimpan semua keperluannya selama sehari, sebelum mencapai Talaud. Supaya mereka tidak perlu bongkar-bongkar koper besar mereka. Apalagi kamar mereka ada di lantai tiga, dan tidak ada lift. Pak Yoyok dan pak Heru ternyata telah memperhitungkan hal itu. Saya bahkan tidak berpikir sampai ke sana.  


Selesai sholat dhuhur, kami keluar kamar. Ada sebuah mobil kijang yang disediakan pak Bernard untuk kami gunakan ke mana pun kami inginkan. Maka pak Yoyok pun pegang kemudi. Acara sore ini kota-kota. Beberapa kali kami harus berhenti untuk bertanya, karena kami berempat (Prof. Warsono memilih istirahat di kamar), tidak ada yang paham jalan. Kami makan durian, belanja souvenir sekedarnya (benar-benar sekedarnya saja karena perjalanan kami masih panjang, dan kami tidak mau dibebani dengan bagasi yang berat). Lalu melanjutkan kota-kota lagi. Sebenarnya tujuan kami adalah Malalayang, tempat di mana kita bisa menikmati kepiting kenari, kepiting yang makanannya kenari, katanya hanya ada di Menado. Tapi karena tidak tahu jalan, meskipun sudah berkali-kali bertanya namun juga nyasar-nyasar terus, maka kami menghibur diri dengan menamai aktivitas putar-putar ini dengan kota-kota.  


Restoran Nelayan. Ternyata di situlah tempat kepiting kenari. Sebuah restoran di pinggir pantai yang indah. Tapi dasar belum rezeki, kepiting kenari sedang kosong, juga di beberapa restoran yang lain di dekat-dekat restoran nelayan itu. Kepiting yang konon diimport dari Ternate itu kemarin baru saja habis untuk konsumsi pesta. Maka demi mengobati kekecewaan, kami berfoto-foto saja di halaman samping restoran, berlatar belakang laut lepas dan kapal nelayan yang sedang bersandar, serta gundukan gunung yang samar-samar terlihat karena tertutup kabut.


Kami melanjutkan perjalanan. Kembali ke jalan pulang menuju hotel. Tapi kami bermaksud mampir dulu di salah satu kedai di pinggir pantai yang menjual jagung rebus dan pisang goreng sambal. Sepiring pisang goreng berbentuk kipas (kata penjualnya disebut pisang sepatu) dan tahu isi, panas-panas, segera tersaji. Dilengkapi dengan sambal, semacam sambal trasi yang digoreng, dan kecap. Juga dua piring penuh pisang goroho, pisang mengkal yang diiris tipis memanjang, digoreng, disajikan panas, juga dengan sambal dan kecap sebagai pelengkapnya. Sebagai minumannya adalah kelapa muda yang dibubuhi sirup gula merah kehitaman disajikan utuh-utuh. 


Kami meninggalkan pantai ketika maghrib telah jatuh. Gelap merangkak bersamaan dengan lampu-lampu kota yang mulai menyala. Tidak apalah kepiting kenari belum berhasil kami temukan hari ini.  Insyaallah di kesempatan lain. Tapi saat ini kami harus segera kambali ke hotel. Mengurus makan malam anak-anak, dan tentu saja, pak PR 3. 


Malamnya, setelah makan malam dengan nasi kotak berlauk cakalang tongkol, bu Etin, pak Bernard dan bu Erni, datang ke hotel. Mereka menawarkan diri mengantar kami ke toko suvenir. Bolehlah, kenapa tidak? Kami pun menuju Kawanua, membeli beberapa lembar kain untuk oleh-oleh, dan sekotak kue klappertart, kue khas Menado yang dibuat dari kelapa muda, kenari, dan ditabur dengan kismis dan leci merah. Sepertinya legit sekali. Tapi malam ini perut terlalu kenyang untuk menikmatinya.  Disimpan dulu untuk dinikmati besok pagi....


Menado, 12 Oktober 2012


Wassalam,
LN : http://www.luthfiyah.com/

No comments:

Post a Comment