Istilah noorder-einlanden atau Nusa Utara ini terhitung sudah berusia lebih tiga abad. Kemunculannya dihubungkan dengan sebuah laporan ‘Het Journaal van Padtbrugge’s Reis naar Noord-Celebes en de Noorder-eilanden’ (Jurnal Perjalanan Padtbrugge Ke Sulawesi Utara dan Pulau-pulau Lebih Utara) mengenai perjalanan Gubernur VOC Maluku Padtbrugge 16 Agustus hingga 25 Desember 1677.
Namun istilah Nusa Utara sebagai kosa kata bahasa Indonesia sendiri baru digunakan oleh A. Maluega pada tahun 1972 dalam sebuah orasi ilmiah di Universitas Sam Ratulangi yang berjudul “Ikhtisar Perkembangan Kekuasaan Belanda di Kepulauan Nusa Utara”.
Konsistensi keilmuan Alex Ulaen, DEA dalam penggunaan istilah ini sejak tahun 1998 membuatnya lebih dikenal sebagai ilmuwan yang mempopulerkan istilah Nusa Utara. Dimulai dari tulisannya yang berjudul “Nusa Utara, Tepian Lintasan” dalam Supratikno Raharjo (ed.) Diskusi Ilmiah Bandar Jalur Sutra (Kumpulan Makalah Diskusi). Buku Ulaen yang berjudul “Nusa Utara, Dari Lintasan Niaga ke Daerah Perbatasan” yang diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan Indonesia pada tahun 2003 kian mempopulerkan istilah ini.
Alasan yang dikemukakan oleh Ulaen berkaitan dengan penamaan ini sangat mendasar. Saat masih dalam satu kabupaten; Sangihe Talaud, orang-orang di Siau sebagai contohnya enggan menyebut identitas sebagai orang Sangir (Sangihe). Pada akhirnya penamaan Nusa Utara tidak lebih sebagai sebuah identitas baru dan penanda geografis untuk sebuah wilayah kepulauan di bagian utara pulau Sulawesi.
Sumber: http://gedoan.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment